Kabupaten Kuningan, sebagaimana Bekasi dan Karawang, juga menyimpan
catatan sejarah pada masa Kemerdekaan Indonesia, yaitu titik awal
terbentuknya Republik Indonesia yang dihasilkan pada sebuah konferensi,
yang diselenggarakan di desa Linggarjati. Hingga konferensi tersebut
dikenal sebagai Konferensi Linggarjati. Akan tetapi, catatan sejarah
tentang Kabupaten Kuningan telah tercatat jauh sebelum masa kemerdekaan
RI, yaitu tepatnya dimulai pada masa-masa pra-sejarah, Hindu dan Islam.
Situs Taman Purbakala Cipari
Situs Taman Purbakala Cipari (https://gotocirebon.com)
Situs ini terletak di Kampung Cipari, Desa
Cigugur, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Berada pada
ketinggian 661 meter dari permukaan laut, situs ini tepat berada di
kaki Gunung Ciremai dan berjarak sekitar empat kilometer dari Kota
Kuningan Jawa Barat. Bertolak dari analisis litologi, stragtigrafi, dan
kelompok benda temuan, Situs Cipari pernah mengalami dua kali masa
pemukiman, yaitu masa akhir Neolitik dan awal pengenalan bahan perunggu
yang berkisar tahun 1000 SM sampai dengan 500 SM.
Situs Taman Purbakala Cipari
Situs Cipari ditemukan pada tahun 1972
dengan adanya sebuah peti kubur batu yang merupakan satu ciri dari
kebudayaan masa prasejarah. Penelitian atau ekskavasi arkeologi secara
sistematis, di bawah pimpinan Teguh Asmar yang dilakukan mulai tahun
1975 menghasilkan temuan-temuan perkakas dapur, gerabah, perunggu, dan
bekas-bekas pondasi bangunan. Situs ini terhitung cukup lengkap
menggambarkan kehidupan masyarakat pada masa itu.
Situs Batu Naga
Situs Batu Naga (https://wikimapia.org)
Situs Batu Naga yang terdapat di
ketinggian sekitar 1.340 meter di atas permukaan laut puncak Pegunungan
Pojoktiga, persisnya berada di Desa Jabranti, Kecamatan Karangkancana,
Kabupaten Kuningan atau seputar garis perbatasan wilayah Kabupaten
Kuningan dengan Kabupaten Cilacap dan Brebes, Jawa Tengah, masih
menyimpan misteri.
Situs tersebut hanya bisa dijangkau dengan
berjalan kaki mendaki melalui alur jalan setapak menembus hutan rimba
dan semak belukar. Rute paling dekat menuju lokasi situs di puncak
gunung itu, sementara ini adalah dari Dusun Banjaran, dengan waktu
tempuh perjalanan mendaki minimal sekitar tiga jam.
Situs Batu Naga (https://ferdfound.wordpress.com)
Asal zaman prasejarah dikuatkan dari
bentuk batu tegak yang utuh. Namun pahatan gambar dalam batu, apalagi
bergambar naga, bukan merupakan ciri khas masyarakat prasejarah. Diduga,
pahatan tersebut ditambahkan kemudian. Susunan batu diperkirakan memang
berasal dari masa prasejarah, pada periode tahun 500 SM. Sementara
ukirannya dari abad 14-15 M. Ditemukan gambar orang yang sedang memegang
ekor naga.
Relief naga di situs ini berbeda
dibandingkan gambar naga yang berkembang di India, Cina, maupun Eropa.
Meskipun naga adalah figur yang universal, namun naga di situs ini dapat
dikatakan khas Indonesia.
Paseban Tri Panca Tunggal
Paseban Tri Panca Tunggal (https://www.disparbud.jabarprov.go.id)
Paseban Tri Panca Tunggal adalah sebuah
cagar budaya nasional di Kampung Wage, Kelurahan Cigugur, Kecamatan
Cigugur, Kabupaten Kuningan, yang menyerupai sebuah padepokan dan tempat
menimba ilmu budi dan kebatinan serta seni budaya, yang didirikan oleh
Pangeran Sadewa Madrais Alibasa, pewaris tahta Kepangeranan Gebang,
Cirebon Timur, pada tahun 1840.
Nama Paseban Tri Panca Tunggal berasal
dari kata Paseban atau tempat pertemuan, Tri yang terdiri rasa – budi –
pikir, Panca adalah panca indera, dan Tunggal adalah yg Maha Tunggal.
Arti filosofisnya, ketika manusia bisa mengharmoniskan, menyelaraskan
atau menyeimbangkan rasa – budi – pikir, lalu menerjemahkannnya melalui
panca indera ketika mendengar, melihat, berbicara, bersikap, bertindak,
melangkah, maka itulah yg akan memanunggalkan manusia dengan Yang Maha
Tunggal.
Bangunan ini direnovasi pada tahun 1971
dan 2007. Bangunan menghadap ke arah barat. Di sebelah barat bangunan
terdapat jalan raya Cigugur yang menghubungkan Kuningan – Ciamis, di
sebelah utara terdapat Taman Paseban Sari, di sebelah timur tedapat
sungai kecil, sedangkan sebelah barat terdapat pemukiman warga. Bangunan
dibatasi oleh pagar keliling yang dihiasi dengan bagunan bermotif
kuncup bunga.
Secara umum bangunan dibagi menjadi
beberapa ruang. Pada bagian depan terdapat pendopo dan ruang jinem.
Pendopo mempunyai 11 tiang penyangga atap rumah. Bagian dasar tiang
berbetuk lingkaran dihaiasi motif pasu. Pada dinding timur ruangan
terdapat relief bergambar burung Garuda diatas lingkaran yang ditunjang
oleh dua ekor naga yang saling mengait. Relief tersebut bertuliskan
aksara sunda yang berbunyi “Purwa Wisada”. Relief lain berupa seorang
pertapa di tengah motif ukuran yang di kanan kirinya terdapat lukisan
kepala Banas patih, dan di atasnya terdapat tulisan huruf Sunda yang
berbunyi “Sri Resi Sukma Komara Tunggal”. Ruang lain, ruang Jinem
memiliki pintu yang terletak di dinding barat di dalam ruang ini
terdapat delapan tiang yang pada bagian bawahnya dihiasi motif muka
danawa dalam nyala api. Ruang ini untuk menyimpan gamelan.
Purwa Wisada
Ruangan berikutnya adalah Srimanganti.
Ruang ini berfungsi untuk merundingkan masalah-masalah seperti persiapan
upacara seren taun, menerima tamu, dan digunakan untuk upacara
pernikahan. Pada keempat sudutnya terdapat patung penjaga yang membawa
tombak dan perisai. Di dalam ruangan ini terdapat balai kencana atau
kursi kaencan beserta kelengkapannya. Selanjutnya terdapat ruang mega
mendung yang merupakan ruang kerja Bapak Pangeran Jatikusumah.
Ruang Srimanganti
Paling belakang adalah ruang dapur ageung.
Di dalam ruang ini terdapat tungku perapian yang terdapat dari bata dan
semen berhias empat naga pada keempat sudutnya yang di atasnya terdapat
hiasan mahkota. Sebelah timurnya terdapat lesung yang terbuat dari
lesung. Bagunan ini beratap tumpang. Pada pintu antara dapur ageung dan
mega mendung terdapt motif naga dan di atasnya terdapat hiasan bermotif
Kala.
Museum Perundingan Linggarjati
Museum Perundingan Linggajati (https://pecintawisata.wordpress.com)
Museum Perundingan Linggajati terletak di
Desa Linggajati, Kecamatan Cilimus, sekitar 14 kilometer dari Kota
Kuningan atau 26 kilometer dari Kota Cirebon. Desa Linggajati berada
pada ketinggian 400 meter di atas permukaan laut.
Kuningan menjadi tempat dilaksanakannya
Perundingan Linggarjati pada bulan November 1946. Karena tidak
memungkinkan perundingan dilakukan di Jakarta maupun di Yogyakarta
(ibukota sementara RI), maka diambil jalan tengah jika perjanjian
diadakan di Linggarjati, Kuningan. Hari Minggu pada tanggal 10 November
1946 Lord Killearn tiba di Cirebon. Ia berangkat dari Jakarta menumpang
kapal fregat Inggris H.M.S. Veryan Bay. Ia tidak berkeberatan menginap
di Hotel Linggarjati yang sekaligus menjadi tempat perundingan.
Diorama perundingan Linggarjati (https://infowisatakoe.blogspot.co.id)
Delegasi Belanda berangkat dari Jakarta
dengan menumpang kapal terbang “Catalina” yang mendarat dan berlabuh di
luar Cirebon. Dari “Catalina” mereka pindah ke kapal perang “Banckert”
yang kemudian menjadi hotel terapung selama perjanjian berlangsung.
Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Sjahrir menginap di desa
Linggasama, sebuah desa dekat Linggarjati. Presiden Soekarno dan Wakil
Presiden Muhammad Hatta sendiri menginap di kediaman Bupati Kuningan.
Kedua delegasi mengadakan perundingan pada tanggal 11-12 November 1946
yang ditengahi oleh Lord Kilearn, penengah wakil Kerajaan Inggris.
Rumah Sutan Syahrir
Rumah Sutan Syahrir (https://www.disparbud.jabarprov.go.id)
Bangunan rumah milik Sutan Syahrir
terletak di Jalan Linggarjati, Desa Linggasana, Kecamatan Cilimus.
Bangunan ini memiliki halaman yang luas berukuran sekitar 1 hektar.
Halaman dibatasi pagar yang terbuat dari besi. Pada awalnya bangunan ini
berfungsi sebagai gudang amunisi Belanda, kemudian bagunan ini
difungsikan sebagai kantor CPM sedangkan kepemilikannya dikuasai
Depdiknas.
Bangunan Sutan Syahrir secara keseluruhan berdenah empat persegi panjang. Bagian atap bangunan ini berbentuk limasan dengan tutup genting. Bangunan ini memiliki pondasi yang maif dan pejal serta memiliki ketinggian bangunan sekitar 4 meter. Pada bagian depan terdapat serambi yang menghadap ke arah timur. Di sebelah kiri atau utara bangunan ini juga terdapt serambi yang menghadap ke utara. Di sebelah barat serambi yang menghadap utara terdapat gudang untuk menyimpan amunisi.
Ruang serambi bagian depan bangunan ini memiliki plafon yang tinggi. Di sudut kiri kanan bagian atas serambi terdapat hiasan singa, sedangkan di atasnya terdapat hiasan kaca patri. Ruang serambi bagian depan (timur) menuju ruang dalam (loby) terdapat pintu dengan sisi kiri-kanannya terdapat jendela. Kisi-kisi pada pintu maupun jendela terbuat dari bahan kaca patri.
Di sebelah barat serambi terdapat kamar
yang mempunyai jendela berjenis jealose windows, sedangkan di atas
jendela terdapat teritisan yang terbuat dari seng. Di bagian dinding
tembok terdapat garis-garis horizontal (molding). Tembok dari bahan bata
yang diplester dengan semen. Pada bagian tengah ruang dalam terdapat
bidang lengkung yang dihiasi dengan kaca patri pada bagian atasnya.
Sekarang ini dinding ruang bagian dalam dipasang lukisan-lukisan Sutan
Syahrir. Bangunan ini telah beberapa kali dilakukan renovasi, yang
terakhir pada tahun 2002 dilakukan renovasi oleh Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Propinsi Jawa Barat.
No comments:
Post a Comment